“…Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata, “ Maha Sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”.
(QS. Yusuf: 31)
Dikatakan dalam sebuah nasihat,
yastakbilul insaanu arba’ata asya’. Bahwa semua manusia akan menghadapi 4
perkara. Siapapun orangnya, setinggi apapun pangkatnya, sebanyak apapun
hartanya, semulya apapun nasab dan keturunannya, semua manusia bakal menghadapi
4 perkara ini. Tidak pandang bulu, tua muda, laki-laki perempuan. Mudah-mudahan
hal ini menjadi bekal untuk kita mengisi sisa-sisa hidup yang tidak tahu sampai
kapan batas hidup kita. Apakah 4 perkara itu? Salah satunya adalah yantahibul
malaku ruuhahu, malaikat akan merampas ruh/nyawa manusia.
Yantahibu, dalam bahasa Arab
berasal dari kata intahaba-yantahibu maknanya akan merampas bukan bermakna
meminta. Makna merampas dan meminta memiliki perbedaan. Kalau meminta itu bila
seseorang memberikan ijin terhadap sesuatu untuk diambil maka boleh untuk
diambil, bila tidak diberi ijin untuk mengambil maka tidak boleh untuk diambil.
Sedangkan merampas, diberikan atau tidak diberikan oleh seseorang untuk
mengambil sesuatu tetap saja diambil. Jadi makna yantahibul malaku ruuhahu yang
lebih tepat yaitu, malaikat akan merampas ruh/nyawa manusia. Yang menjadi
pertanyaan, nyawa kita ini diminta atau dirampas? Jawabnya adalah dirampas
bukan diminta. Karena bila diminta nyawa ini tidak mungkin akan diberikan oleh
manusia dan malaikat sudah tahu hal itu. Siapakah yang bersedia untuk dicabut
nyawanya dan diberikan? Tidak ada, semua harus dirampas.
Banyak kisah Ulama’ atau Kiai
sepertinya nyawa mereka dirampas tetapi sebenarnya diminta. Dalam arti Ulama’
atau Kiai itu memberi ijin kepada malaikat untuk mencabut nyawanya. Seperti ada
kisah seorang Kiai sebelum meninggal dunia beliau mandi terlebih dahulu, wudlu,
memakai surban dan wewangian, lalu berpesan kepada anaknya ingin pergi ke suatu
tempat lalu shalat dhuha, berbaring dan meninggal. Hal ini sepertinya sudah
diberitahukan oleh malaikat. Kenapa? Karena diminta bukan dirampas. Kenapa kok
diminta? Karena mau. Coba kita siap-siap bagaimana bila ada malaikat yang
meminta untuk mencabut nyawa, maka bersedialah untuk diminta agar tidak
dirampas. Akan tetapi sebagian besar dari kita, pasti akan menunda-nunda,
mungkin akan berkata kepada malaikat maut yang menjemput “besok saja malaikat”.
Besoknya didatangi malaikat lagi, dan meminta tunda lagi selama seminggu,
setahu dan akhirnya tidak bersedia dicabut nyawanya dan akhirnya dirampas
nyawanya oleh malaikat.
Dalam biografi al-Imam al-Habib
Abdul Qadir bin Husain Assegaf orang tua dari Habib Taufiq Assegaf Pasuruan,
beliau sebelum wafat tidur miring seperti posisi seorang jenazah lalu memanggil
salah satu muridnya. Dan beliau berkata, “Laqod jaa’akum rosuulum min anfusikum
‘aziizun alaihi maa ‘anittum hariishun alaikum bil mukminiina roufurrohiim.
Fain tawallau faqul hasbiyallohu laa ilaaha illahuwa alaihi tawakkaltu wa huwa
robbul arsyil adhiim.” Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah,
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku
bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”(At Taubah:
128-129). Lalu ia terdiam seperti tertidur. Oleh muridnya disadari bahwa beliau
sudah tidak bernafas. Dari kejadian ini, seakan-akan beliau sudah mendapatkan
berita dari malaikat tentang ajal yang akan menjemput sehingga bersedia dicabut
nyawanya ketikan diminta malaikat. Dengan kenyataan-kenyataan ini, berarti
banyak orang yag nyawanya tidak dirampas akan tetapi diminta. Buktinya mereka
telah siap menyambut kematian.
Dalam masyarakat, kita lihat ada
orang yang wafatnya enak-tenang seakan-akan sudah mendapatkan kabar dari
malaikat, ia membaca Al Qur’an dan tidur. Dan ada pula yang meninggal itu
dengan mata terbelalak, seakan-akan kaget lalu meninggal. Dengan kejadian
mencerminkan bagaimana sakitnya sakarotul maut. Dalam sebuah hadits Rasullullah
SAW bersabda bahwa ketika dicabut nyawanya, Rasulullah berhenti dan berkata,
“Wahai malaikat seperti inikah rasa sakit dicabut nyawa? Wahai malaikat aku
meminta kepadamu untuk seluruh umatku yang hendak engkau cabut nyawanya tolong
satukan kepadaku dan biarkanlah aku yang menanggungnya”. Dari keterangan ini, dicabut
nyawanya itu sakit apa tidak? Satu sisi ada orang yang meninggal dengan tenang
dan tersenyum seakan-akan sudah dikabari oleh malaikat akan ajalnya. Dan sisi
lain ada orang yang meninggal dengan mata terbelalak seakan-akan kaget.
![]() |
Buku rujukan (divapress-online.com) |
Ada seorang ulama’ beliau
berpikir untuk mencari jawaban kebenaran tentang sakit atau tidaknya dicabut
nyawa seorang. Akhirnya ia tidak menemukan jawaban. Dalil menyebutkan demikian
sedangkan kenyataan menyatakan demikian.
Ulama’ ini lalu melakukan istikharah memohon jawaban dari Allah SWT
tentang masalah sakit atau tidaknya ketika nyawa dicabut. Suatu malam sang
Ulama’ bermimpi. Di dalam mimpi, ia didatangi seseorang yang mengatakan bahwa
jawaban dari pertanyaan kamu ada di surat Yusuf. Ia terbangun dan langsung
wudlu serta membuka al-Qur’an surat Yusuf. Dari awal sampai akhir, ayat demi
ayat kalimat demi kalimat diteliti mana ayat yang menjelaskan tentang sakit dan
tidaknya sakaratul maut. Tidak ada satu ayat pun dalam surat Yusuf yang
menjelaskan tentang sakarotul maut. Kemudian diulangi lagi menelaah al-Qur’an
dan tafsirnya, ternyata tidak ditemukan jawaban itu. Kemudian Ulama’ini berpikir kembali, apa
istikharah itu datang dengan jawaban yang salah
atau saya yang tidak paham dengan al-Qur’an. Tetapi istikharah itu tidak
mungkin salah, jelas saya yang tidak paham dengan al-Qur’an. Kemudian Ulama’
ini berkunjung ke seorang ulama’ lain. Dari sini dapat dipetik sedikit hikmah,
sepandai apapun ilmu seseorang tidak ada batas untuk berhenti mengaji. Kalau
ada orang yang lebih pantas untuk berhenti mengaji karena pandainya, mencapai
tingkat keilmuan tertinggi adalah Rasulullah SAW. Tetapi apa yang dikatakan
Allah SWT kepada Rasulullah SAW, “Wa qul Robbi zidniy ilman…,” Rasulullah SAW
saja masih memintakan tambahan ilmu kepada Allah SWT, lalu bagaimana dengan
kita yang jauh dibawah Rasulullah SAW.
Ulama’ itu lalu berkunjung kepada
ulama’ lain dan menceritakan maksudnya untuk mencari jawaban tentang bagaimana
sakarotul maut itu sakit apa tidak. Tentang istikharah yang sudah dikerjakan dan
mendapat jawaban dari isyarat yang didapatkan dalam surat Yusuf. Tetapi
sepertinya tidak ada keterangannya disana. Maka ulama’ satunya menjawab bahwa
jawaban tentang sakarotul maut itu ada di dalam surat Yusuf. Ia lalu membaca
surat Yusuf ayat 31: “..Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum
kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata:
“..Maha Sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain
hanyalah malaikat yang mulia”. Ayat ini menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf AS
dan hubungannya dengan sakarotul maut. Bahwa ketika wanita-wanita yang melihat
ketampanan Nabi Yusuf AS sehingga mereka itu lupa hingga mengiris-iris
tangannya. Dari sini diketahui bahwa inilah sakarotul maut, karena sakarotul maut
itu tidak ada yang tidak sakit. Rasulullah SAW yang malaikat tidak pernah
mencabut nyawa sehalus mencabut nyawa Rasulullah dan hal itu masih dikatakan
sakit. Tetapi, kenapa sejarah kita lihat bagaimana orang-orang yang mulia
seakan-akan tidak merasakan sakitnya sakarotul maut. Hal ini sama saja dengan
wanita yang melukai tangannya ketika melihat Nabi Yusuf AS, pasti sakit. Tetapi
ketika terpesona dengan ketampanan Nabi Yusuf AS maka sakit yang ada di tangan
wanita-wanita itu tidak terasa karena nikmatnya memandang ketampanan itu.
Dari sini dapat dianalogikan
dengan orang yang sholeh, orang yang baik perilakunya, memiliki nilai baik
dihadapan Allah SWT ketika akan dicabut nyawa mereka, jelas sakit tetapi surge
diperlihatkan dihadapannya. Sehingga ketika terpesona dengan melihat surge dan
kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa itu, dibersamakan dengan tercabutnya
nyawa. Maka rasa sakit dicabutnya nyawa tidak akan terasa lagi. Apalagi karena
kerinduan ingin bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di surge. Sayyidina al-Imam
Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsy berkata: “Surga dengan keindahannya tidak
menggiurkan kepadaku. Surga dengan kenikmatannya tidak mengagumkan dan
menggiurkan kepadaku. Akan tetapi yang menggiurkan kepadaku adalah bertemu
dengan Rasulullah SAW.”
![]() |
Nasihat Kematian (wongleces.blogspot.com) |
Semoga bermanfaat dan barokah
disertai dengan hidayah dari Allah SWT. Diberikan panjang umur, sehat wal
afiat, murah rejeki, kuat ibadah, mempunyai keturunan yang sholihin dan
sholihat. “Kafa bil mauti mauidlon yaa Umar”, sabda Nabi SAW. “Cukup sudah ingat
kematian sebagai nasihat wahai Umar”. Semoga hal ini mengarahkan kita untuk
selalu berbuat baik. Insya Allah. Semoga esok lebih baik dari sekarang, hari
esoknya lagi lebih baik, hari esoknya lebih baik lagi dan kita tutup hidup ini
dengan husnul khotimah. Amiin. Wallahu a’lam bis showab.
*Disampaikan
pada acara Haul al-Marhumiin KH. Muhammada Yahya wa Zaujatihi di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Gading Kasri, Malang tanggal 24 Agustus 2014 oleh Habib
Hasyim bin Abdullah Assegaf
ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 komentar:
Posting Komentar