Dalam Alquran, kata al-haq merujuk kepada dua hal. Pertama
sebagai salah satu asma Allah, yang bermakna Yang Mahabenar. Dan, kedua, kata
tersebut memiliki arti yang sama dengan al-shidq
atau al-sowab yang bermakna ‘yang
benar’, dan memiliki lawan kata al-bathil
(yang salah).
Allah sebagai Yang Mahabenar
meneguhkan, Dia adalah Kebenaran Mutlak. Allah Mahabenar berarti Dia tidak akan
pernah salah. Maka, segala yang difirmankan adalah kebenaran. Semua yang
diciptakan adalah kesahihan dan kemanfaatan, bukan kesia-siaan. Dialah
Mahabenar, yang menghidupkan segala yang mati dan berkuasa atas segala sesuatu
(QS al-Hajj: 6).
Al-haq yang
berarti ‘yang benar’, lawan kata ‘yang salah’, selalu merujuk kepada pada
Allah. Seperti dinyatakan QS Ali Imran [3]: 60, bahwasanya kebenaran itu datang
dari Allah, karena itu kita tidak boleh ragu (Lihat QS Luqman: 30, QS Yunus:
32).
Allah memberikan pengandaian
antara ‘yang benar’ dab ‘yang salah’ seperti air dan buih yang mengambang. Buih
akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, sementara air yang memberi
manfaat kepada manusia, ia akan tetap di Bumi (QS Al-Ra’du:17). Yang benar dan
yang salah tidak boleh dicampuradukkan (QS Al-Baqarah: 42) karena ‘cahaya yang
benar’ [an-nur] tidak mungkin disatukan dengan ‘kegelapan yang salah’ [al-zhulumat].
Bila kita mencermati banyak hal
disekeliling kita, ada beberapa catatan yang bisa kita berikan, khususnya
berkaitan dengan bagaimana manusia memahami al-Haq.
Pertama, ada yang menganggap
bahwa Yang Mahabenar bukanlah semata Tuhan, melainkan uang (kuasa ekonomi),
kekuasaan (kuasa politik), dan pengetahuan (kuasa ideologi).
Kedua, ada klaim kebenaran (truth claim) yang menutup segala dialog
dan komunikasi. Kita saat ini menyaksikan adanya pihak yang merasa bahwa apa
yang digagas atau apa yang ditafsirkan sebagai sebuah kebenaran tunggal. Pihak
lain yang memiliki pandangan lain dianggap sebagai ‘yang salah’, sementara
dirinya adalah ‘yang benar’.
Dan, ketiga, adanya politisasi
agama dengan menggunakan dalil-dalil agama sebagai pembenar atas opini dan
tindakannya sendiri. Nash Alquran dan hadist dipaksa sebagai sebagai
legitimasi, bahkan untuk menyerang dan melakukan kekerasan kepada pihak lain.
Ketiga kecenderungan tersebut
sesungguhnya menafikan Allah sebagai Yang Mahabenar dan Pemilik Kebenaran.
Manusia diberi Alquran dan tanda-tanda alam sebagai alat untuk makin mendekati
Sang Kebenaran dan kebenaran firman-Nya.
Kebenaran mutlak, milik Allah.
Karena itu, manusia senantiasa harus terus menerus mencari dan menggapai
kebenaran. Manusia harus rendah hati, karena hanya Allah yang layak bermahkota
kesombongan (Al-Mutakabbir).
Sebagai seorang Muslim kita
mesti meyakini kebenaran akidah yang diajarkan Alquran dan al-hadis. Dalam
waktu bersamaan, kita harus selalu terbuka, mau berkomunikasi dan berdialog
dengan siapapun, bahkan termasuk yang secara akidah berbeda. Wallahu’alam
ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 komentar:
Posting Komentar